hkbpkebayoran - Gereja menjadi berkat

TEOLOGI PERJANJIAN BARU Bahan Kuliah Sekolah Alkitab HKBP Kebayoran Baru oleh: Pdt. (em.) Prof. Jan S. Aritonang, Ph.D.


Admin 381 x dilihat Jun 24, 2023

Video dapat dilihat disini :  https://youtu.be/5ieM1FVhMuI

1. Topik dan bahan kuliah ini merupakan lanjutan dari beberapa mata kuliah sebelumnya, a.l. Pengantar PB, Tafsiran PB, dan Perumpamaan Tuhan Yesus. Bahkan berkaitan juga dengan mata kuliah Bibliologi, Homiletika, Alkitab dan Konstitusi Gereja, dan Metode Praktis Mem-baca Alkitab. Diandaikan bahwa peserta mata kuliah Teologi PB ini sudah mengikuti mata-mata kuliah tsb.
2. Sebenarnya mata kuliah Teologi PB ini juga berkait erat dengan Ajaran Gereja (di HKBP a.l. Pengakuan Iman/Konfesi HKBP, dan ini berbeda dari “Konstitusi Gereja” yang artinya kira-kira sama dengan Aturan dan Peraturan HKBP). Namun karena tidak ada mata kuliah Ajar-an Gereja (d.h.i. Ajaran HKBP) maka diandaikan juga bahwa peserta mata kuliah Teologi PB ini sudah cukup memahami Ajaran HKBP, atau terbantu untuk memahaminya.
3. Ada banyak buku yang membahas seluk-beluk Teologi PB; sebagian besar berbahasa asing. Namun demikian, yang akan menjadi pegangan utama dalam mata kuliah ini adalah karya Donald Guthrie, New Testament Theology (1981), yang sudah diterjemahkan ke bahasa In-donesia: Teologi Perjanjian Baru (3 jilid, 1991-92). Alasannya a.l. adalah agar peserta dapat memiliki (a.l. dengan membeli ke penerbit: BPK Gunung Mulia). Tentu peserta dapat juga melengkapinya dengan buku-buku lain, termasuk yang bisa ditemukan/dibeli via internet, a.l. Thomas R. Schreiner, New Testament Theology: Magnifying God in Christ (2009). Karena itu, bahan kuliah ini terutama diambil/bersumber dari buku Donald Guthrie tsb. dan dilengkapi dengan bahan dari buku-buku lain.
4. Buku Donald Guthrie ini disusun dengan mengikuti pokok-pokok ajaran Gereja, mencakup 9 pokok. Tiap jilid berisi pembahasan atas 3 pokok: Jilid 1: Tuhan Allah, Manusia, dan Kris-tus; Jilid 2: Misi Kristus, Roh Kudus, dan Kehidupan Kristen; dan Jilid 3: Eklesiologi, Eskato-logi, dan Etika Kristen. Lalu dilengkapi Lampiran berisi dua pokok: (1) Kitab Suci, dan (2) Sejarah Teologi PB. Tentu Teologi PB tidak mesti mengikuti topik-topik dan urutan dalam buku Guthrie ini2; tetapi karena waktu peserta untuk mempelajari seluk-beluk Teologi PB sangat singkat (4 sesi x 1,5 jam), kita ikuti sajalah topik dan urutan pada buku Guthrie ini.

5. Di dalam jadwal Sekolah Alkitab HKBP Kebayoran Baru ini digariskan juga bahwa peserta mengerjakan PR; masing-masing peserta boleh mengerjakan/membahas salah satu dari 9 topik pada buku Guthrie ini (lihat juga beberapa pertanyaan panduan). Sebagai pengajar, saya akan memeriksa (memberi catatan, koreksi, dsb.) PR yang diserahkan, tetapi pada sekolah atau kursus ini tidak ada ketentuan tentang nilai dan lulus-tidaknya peserta.
Pendahuluan
1. Kitab – yang oleh komunitas Kristen disebut – Perjanjian Baru ini terdiri dari 27 tulisan, yaitu: 4 kitab-kitab Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes; 3 yang pertama lazim disebut Injil-injil Sinoptik); 2 kitab yang punya nama dan karakteristik tersendiri (Kisah Para Rasul dan Wahyu kepada Yohanes); dan 21 surat-surat (kepada jemaat-jemaat dan kepada bebe-rapa orang tertentu).3 Proses penulisan4 dan kanonisasi5 makan waktu cukup panjang. Masing-masing tulisan punya muatan teologi yang tidak persis sama, sehingga para ahli/ peneliti harus berupaya untuk menemukan kesamaan maupun kekhasan masing-masing. Donald Guthrie berusaha untuk menemukan kesamaan teologi tulisan-tulisan di PB itu untuk tiap-tiap topik. Penulis/ahli lain tentu bisa berbeda pendapat dari Guthrie.
2. Tiap tulisan di dalam PB memiliki latar belakang dan konteks masing-masing (mencakup agama, filsafat, kebudayaan, sosial-politik, dsb.). Karena itu, ketika kita mempelajarinya dan mencari teologi yang terkandung di dalamnya, kita perlu juga mempelajari latar bela-kang dan konteks masing-masing (di sana-sini ada kesamaan, tetapi ada juga perbedaan). Beberapa latar belakang yang penting dan menonjol adalah: (a) Perjanjian Lama (secara keseluruhan maupun masing-masing dari 39 tulisan di PL itu). Karena itu tidak heran bila di hampir seluruh tulisan di PB ada acuan kepada ataupun kutipan dari PL; (b) seluk-beluk ‘dunia’ (keadaan dan perkembangan agama, sosial-politik, kebudayaan, dsb.) Yahudi/Pa-lestina maupun dunia Yunani-Romawi pada masa penulisan dan kanonisasi PB itu, ter-masuklah tulisan-tulisan yang dihasilkan dan beredar pada masa itu. Teologi PB di satu sisi sedikit-banyak memuat atau dipengaruhi oleh berbagai latar belakang itu; tetapi di sisi lain tentu teologi yang terkandung di dalam tulisan-tulisan di PB memiliki kekhasan/keunikan.
3. Masalah keaslian: Semua tulisan di PB ditulis dalam bahasa Yunani walaupun di dalamnya ada ungkapan atau kutipan dari bahasa Ibrani ataupun Aram (campuran Ibrani dan Asiria). Tuhan Yesus (yang menjadi tokoh sentral di dalam PB) secara manusiawi (selama ± 33 tahun) lebih banyak berbahasa Aram (walaupun Ia juga mempelajari bahasa Ibrani). Para murid-Nya (yang kemudian menjadi rasul/utusan) pada umumnya berbahasa Aram juga. Hanya rasul Paulus yang fasih berbahasa Yunani, karena dia adalah orang Yahudi diaspora (lahir di perantauan/dunia Yunani-Romawi) dan belajar teologi yang memakai bahasa Yunani. Pada masa itu belum ada mesin cetak, apalagi komputer, sehingga tulisan-tulisan mereka – kalau diperbanyak agar bisa beredar secara lebih luas – disalin dengan tangan. Proses penyalinan dari tangan ke tangan ini membuka kemungkinan untuk perubahan. Apalagi naskah yang disalin bisa saja sudah lecek atau rusak, sehingga tidak jelas terbaca. Akibatnya, salinan yang satu bisa sedikit-banyak berbeda dari salinan yang lain.
Lalu muncul pertanyaan: mana yang asli? Belum lagi ketika tulisan-tulisan di PB itu (bersama dengan yang di PL) diterjemahkan ke berbagai bahasa lain (lihat a.l. ilustrasi pada kalender LAI 2023). Terjemahan ke bahasa tertentu pun bisa berbeda/berkembang.6 Kita tidak menemukan naskah asli, baik dari tulisan-tulisan di PL maupun di PB.7 Karena itu, perbedaan dan perkembangan ini ikut memengaruhi penemuan dan perumusan Teolo-gi PB. Belum lagi kalau untuk kata tertentu ada lebih dari satu arti atau terjemahan. Karena itu, kalau ada gereja atau aliran Kristen tertentu yang menganut dan mempropagandakan semboyan “innerancy and the infallibility of the Bible”, kita perlu bertanya: ketidak-keliruan atau ketidak-salahan dalam arti apa? Kalangan yang menganut semboyan itu sendiri sudah beberapa kali merevisi/memodifikasi pengertian atas semboyan itu.
4. Karena adanya berbagai faktor yang ikut memengaruhi atau menentukan perumusan Teo-logi PB, maka tidak heran kalau di dunia ini terdapat banyak literatur yang menyebut diri Teologi PB, dan di antara yang satu dan yang lain terdapat berbagai perbedaan, kendati ada juga banyak kesamaan. Karena itu di dalam mata/bahan kuliah kita ini yang tersaji adalah salah satu di antaranya, walaupun kita mencoba juga menyajikan/menggabungkan beberapa di antaranya. Donald Guthrie, yang karyanya menjadi buku pegangan utama pada perkuliahan ini, juga menyadari hal itu. Ketika ia menyusun bukunya ini dengan mengikuti urutan pokok-pokok ajaran Kristen, ia berusaha juga menampung berbagai upaya dan pan-dangan ahli lain, sambil menyadari bahwa apa yang ia hasilkan bisa saja berbeda dari pan-dangan dan tulisan ahli lain. Dengan kata lain: dalam mempelajari Teologi PB ini kita perlu juga terbuka pada temuan, pendapat dan susunan/struktur yang berbeda. Memang, studi Teologi pada umumnya, dan Teologi Biblika (PL dan PB) pada khususnya, tidak pernah selesai dan sempurna. Fides quaerens intellectum, kata Augustinus dan Anselmus). Iman kita kepada Tuhan Allah mendorong kiita untuk terus-menerus mencari pengertian.

I. TUHAN ALLAH
1. Tuhan Allah (Yahweh Elohim) yang diimani dan diajarkan di dalam PL pada hakikatnya sama dengan Theos di PB, walaupun di dalam PB ada pengembangan pengertian atas-Nya. Di luar PL dan PB banyak agama yang juga mengenal dan mengimani tuhan allah masing-masing. PL dan PB bisa saja menggunakan istilah yang berasal dari bahasa dan agama-agama di luarnya itu, tetapi hakikat, sifat, dan karya Allah di dalam Alkitab (PL dan PB) tidak sama – bahkan jauh berbeda – dengan allah dari agama-agama lain itu. Justru karena itulah PL dan PB memperkenalkan Allah yang khas, yang diberitakan dan disaksikan kepa-da bangsa-bangsa dan penganut agama-agama lain, untuk mereka kenal dan imani juga.
2. Sama seperti di PL, di PB Allah juga dikenal dan diimani sebagai Pencipta dan Penguasa atas ciptaan-Nya. Di sejumlah tulisan pada PB terdapat pernyataan dan keyakinan senada, (a.l. Mrk. 13:19; Mat. 19:4 (dan paralelnya); Kis. PR 4:24; 14:15; 17:24-29; Rm. 11:36; 1Kor. 8:6; 11:2; Ef. 3:9; Ibr. 11:3; dan Why. 4:11; 10:6). Dikemukakan juga – a.l. dalam surat-surat Paulus (mis. Rm. 1:25) – bahwa Allah sebagai Pencipta dan Penguasa tetap berhubungan dengan ciptaan-Nya8. Tetapi sekaligus juga dinyatakan bahwa – berbeda dari Sang Pencip-ta yang adalah kekal – semua ciptaan-Nya itu tidak kekal. Berkait dengan penciptaan, di PB dinyatakan bahwa Allah Pencipta itu sama dengan Yesus Kristus Sang Firman dan Yesus Kristus sudah ada sebelum penciptaan (Yoh. 1:1-3; Ibr. 1:2).
3. Allah tidak hanya tetap berhubungan dengan ciptaan-Nya, melainkan juga – dan lebih dari itu – Allah setia memelihara ciptaan-Nya (Mat. 6:26-30; 10:29). Karena itulah ciptaan-Nya – terutama manusia – dilayakkan untuk memohon pertolongan dan pemeliharaan Allah, termasuk menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari (makanan dsb.; bdk. Doa Bapa Kami dalam Mat. 6:9-13 dan paralelnya), mengatur musim-musim (Kis. 14:17), dan memberi nafas kehidupan (Kis. 17:25). Dalam rangka pemeliharaan Allah (providentia Dei) itu Allah tidak hanya memberi berkat-berkat jasmani, melainkan juga berkat-berkat rohani (bdk. Rm. 8:28: Allah mengawasi seluruh segi kehidupan orang yang beriman kepada-Nya).
4. Berkait dengan Allah sebagai Pemelihara, Ia juga disebut/disapa sebagai Bapa. Penjelmaan Allah menjadi manusia di dalam diri Yesus Kristus semakin menegaskan hakikat dan fungsi Allah sebagai Bapa (Mat. 6:3; Mrk. 14:36; Yoh. 20:17; Rm. 8:15; Gal. 4:6; Ef. 1:17; 3:14-15).
5. Allah di dalam Kristus juga bertindak sebagai Raja dan Hakim yang Mahakuasa dan ber-daulat. Ini a.l. terungkap ketika PB berbicara tentang Kerajaan Allah dan takhta Allah (sela-in di Doa Bapa Kami, juga di Mat. 5:34; 23:22; Luk. 12:8-9; Rm. 2:16; 8:37-39; 14:10; 1Kor. 2:6 dst.; 15: 23-24; Kol. 2:15; 1Tim. 6:15; Ibr. 1:3; 8:1; 12:2; 1Ptr. 3:22; Why. 4:2; 5:1; 6:10; 20:11; 21:5). Ini juga berkait dengan kedatangan Kristus kembali sebagai Raja dan Hakim (Kis. 10:42; 2Tim. 4:8; Yak. 5:9; bdk. Pengakuan Iman Rasuli).
6. Di PB – sejalan dengan PL – disebut juga beberapa gelar untuk Allah, a.l. Roh (Yoh. 4:24), Juruselamat (Luk. 1:47; 1Tim. 2:3; Tit. 2:10, 13; 3:4; Yud. 25), kendati gelar ini lebih sering dialamatkan kepada Yesus Kristus; Yang Mahatinggi (Mrk. 5:7; Luk. 1:76; 6:35; 8:28; Kis. PR 16:17; Ibr. 7:1); dan Alfa & Omega (Why. 1:8 dan 21:6) walaupun gelar ini dikenakan juga kepada Yesus Kristus (Why. 22:13).
7. Sejalan dengan hakikat, fungsi, status, tindakan, dan gelar-gelar Allah di atas, di PB Allah juga digambarkan sebagai yang memiliki beragam sifat, a.l. mulia (Luk. 2:20; 5:25-26; Mrk. 2:12; Mat. 9:8; 15:31; 17:1 dst.; Kis. 11:8; 21:20; Rm. 3:23; 16:27; 2Kor. 3:18; 4:4 dst., 4:15; Ef. 1:17; Flp. 1:11; 2:11; 4:20; 2Tes. 1:9; 2Tim. 4:18; Ibr. 1:3; 2Ptr. 1:3, 17; 3:18; Why. 15:8; 21:11). Di Lukas 9:26 dikemukakan juga bahwa pada waktu kedatangan-Nya kemba-li, Yesus akan datang dalam kemuliaan Bapa. Ini sekaligus memperlihatkan, kemuliaan Allah sejajar dengan kemuliaan Kristus (bdk. Yoh, 1:14; 11:4, 40; 13:31-32; 17:5). Selain itu, sifat Allah adalah penuh hikmat dan pengetahuan (a.l. Mat. 6:8; 10:26; Luk. 11:49; Rm. 11:33; 1Kor. 1:20, 30; 2:7); kudus (Yoh. 17:11; 1Yoh. 2:20; Why. 4:8; 15:14; 16:5; 1Ptr. 1:16); benar dan adil (Mat. 5:20; 6:33; Yoh. 17:25; Rm. 1:17; 2:11; 3:21-22; 10:3; Gal. 2:6; Ef. 4:24; Flp. 3:9; 1Ptr. 1:17; Why. 14:10). Juga penuh kasih dan anugerah (Yoh. 3:16, 35; 5:20; 10:17; 14:21-23; 15:9; 16:27; 17:23-24; Rm. 5:5, 8; 8:37-39; 2Kor. 13:11-13; Ef. 6:23; 2Tes. 2:16; 3:5; 1Yoh. 4:8-19; baik dan setia (Mrk. 10:17; Rm. 3:12; 1Kor. 1:9; 10:13; 2Kor. 1:18; 2Tim. 2:13; Ibr. 11:11; 1Ptr. 4:19; 1Yoh. 1:9); unik (tidak ada yang sama dengan Dia) (Mat. 16:16; 26:23; Yoh. 1:18; Kis. 14:15; Ibr. 1:10-2; 3:12; 6:17; 9:14; 10:31; 12:22); dan esa, yang sejalan juga dengan ketritunggalan-Nya (Mat. 28:19;Mrk. 1:9-11; 1Kor. 12:3-6; 2Kor. 13:13; Gal. 4:4-6; Ef. 1:3-14; 4:4-6; 1Ptr. 1:2; Why. 1:4).
8. Dengan mencatat semua itu, tidak berarti bahwa kita sudah memiliki gambaran dan pema-haman yang penuh tentang Allah di dalam PB. Semua itu baru merupakan petunjuk ke arah pemahaman yang memadai, sembari menyadari bahwa Allah itu tetaplah mysterium tre-mendum et fascinans (rahasia yang menggetarkan dan memesona; Rudolf Otto, The Idea of the Holy, 1970). Kendati pemahaman kita atas aspek yang satu terkadang terasa berten-tangan dengan yang lain (misalnya antara Allah sebagai Raja dan Hakim yang Mahakuasa dan berdaulat, dan Allah yang penuh penuh kasih dan anugerah), tetapi semua itu merupa-kan kombinasi yang luar biasa, hadir bersama, dan saling melengkapi.9 Dari semua itu juga terlihat bahwa di dalam PB Allah yang transenden (mengatasi segala sesuatu) adalah juga Allah yang imanen (hadir secara nyata di dalam seluruh ciptaan-Nya).

II. MANUSIA DAN DUNIANYA
1. Dalam studi teologi, khususnya di bidang Dogmatika (studi tentang ajaran Gereja) ada to-pik “Antropologi Kristen”/“Antropologi Teologis”.10 Itu berisi kajian tentang seluk-beluk manusia (anthropos) dari perspektif teologi Kristen, yang didasarkan pada kesaksian Alki-tab dan ajaran Kristen tentang manusia. Jadi berbeda dari studi Antropologi dari perspektif ilmu-ilmu sosial (yang di dalamnya kita menemukan a.l. Antropologi Sosial, Antropologi Budaya, Antropologi Hukum, Antropologi Politik, Antropologi Ekonomi/Bisnis, dsb.).
2. Pemahaman atas manusia di dalam PB tentu sama dengan – atau terutama bersumber dari – pemahaman yang ada di dalam PL, misalnya: manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia di antara seluruh ciptaan-Nya, bahkan manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1-2; Mzm. 8; 139:13-16) dan manusia sudah jatuh ke dalam dosa, sehingga tidak kekal melainkan fana (Kej. 3). Namun demikian, pemahaman itu juga diperkaya dan dipengaruhi pemahaman yang terdapat di dunia sekitarnya, a.l. agama (termasuk agama Yahudi), filsafat (terutama filsafat Yunani/Hellenisme), dan sistem sosial-politik (terutama kekaisaran Romawi). Itu tentu tidak berarti bahwa pemahaman PB tentang manusia me-nyerap begitu saja pemahaman yang ada di dunia sekitarnya itu, melainkan juga – dan ter-utama – menerangi dan menggarami pemahaman yang ada di dunia sekitarnya itu.
3. Gambaran dan pemahaman PB tentang manusia – sama seperti di PL – tidak terlepas dari gambaran dan pemahaman tentang dunia atau planit bumi (kosmos) yang diciptakan, dimi-liki, dan dikasihi Allah, tempat Allah menjelma menjadi manusia, dan tempat manusia itu berada dan terpanggil untuk memberitakan Kerajaan Allah (lihat a.l. Mat. 4:8; 5:14; 13:38; 28:19; Mrk. 16:15; Luk. 12:30; Yoh. 1:10; 3:16; 6:14; 9:5, 39; 11:27; 13:1; 17:5, 9-18, 21-23; 18:37; Kis. 4:24; 14:15; 17:26; Rm. 1:20-25; Ef. 3:9; Kol. 1:15 dst.). Dunia itu pada dirinya sendiri tidak jahat, tetapi di dalamnya berkuasa juga Iblis (bdk. Mat. 4:8-9) yang menggoda dan menyebabkan manusia berdosa dan dunia menjadi rusak dan celaka (Mat. 18:7).
Selain dunia/bumi yang bersifat jasmani (fisikal), di PB ada juga gambaran dunia yang ber-sifat rohani (dunia roh), yang a.l. dihuni oleh malaikat (Mat. 4:6-11; 13:39-41; 16:27;18:10; 25:31; 28:2-3; Mrk. 1:13; 8:38; Luk. 4:10; 12:8; 15:10; 16:22; 22:43). Tetapi ada juga dunia roh-roh jahat yang dikuasai Iblis, tidak mengenal Allah, membenci orang-orang yang ber-iman kepada Allah, terus-menerus berusaha merusak dan menghancurkan dunia ciptaan Allah (Mat. 13:38; 16:23; Mrk. 8:33; Luk. 4:13; 8:12; 10:18; 13:16; 22:3, 31-32; Yoh. 12:31). Dunia roh-roh jahat itu akan dikalahkan orang yang beriman kepada Allah (1Yoh. 5:4-5) dan akan dilenyapkan oleh kuasa Allah (1Yoh. 2:15-17; Why. 20), sedangkan dunia yang dikasihi Allah itu – baik yang jasmani maupun rohani – akan diselamatkan Allah di dalam Yesus Kristus Juruselamat dunia (1Yoh. 4:14)
4. Mengenai manusia pada dirinya sendiri, sejalan dengan pernyataan bahwa manusia adalah wujud terpenting dari seluruh ciptaan Allah namun juga sudah rusak akibat jatuh ke dalam dosa, PB juga menyatakan bahwa manusia memiliki banyak kelebihan/keunggulan mau-pun kekurangan atau kelemahan. Mengenai kelebihan/keunggulan, PB a.l. menyatakan bahwa manusia jauh lebih berharga dari segala jenis hewan (Mat. 10:30-31; 12:10-11). Namun seiring dengan itu dinyatakan juga bahwa keunggulan itu merupakan hasil kerja dan prestasi manusia, ataupun lingkungan hidupnya yang sempurna, melainkan karena kasih dan pertolongan Tuhan. Manusia bisa kehilangan nyawa (atau nilai kemanusiaan) akibat hasrat untuk memperoleh seluruh dunia (Mat. 16:26; Mrk. 8:37; Luk. 9:25). Itu tidak berarti bahwa menurut PB ada dualisme antara tubuh dan roh, seakan-akan hal-hal rohani lebih berharga dari yang jasmani; sebab keduanya berasal dari Tuhan (bdk. Mat. 11:19). Yang hendak ditekankan adalah agar “hal-hal kedagingan” jangan menguasai hidup dan pikiran mansia (bdk. Mat. 26:41; Mrk. 14:38).
5. Manusia juga tidak hanya digambarkan dan dipahami sebagai makhluk individual dan personal, melainkan juga sebagai makhluk sosial. Karena itulah Tuhan menilai kehidupan dan perilaku manusia tidak hanya sebagai individu, melainkan juga sebagai komunitas. Yesus sendiri hadir dan berkiprah di tengah komunitas dan masyarakat, dan Ia bukan hanya Juruselamat pribadi, melainkan juga – dan teruitama – Juruselamat umat manusia (bdk. Ma. 21:31). Karena itu pulalah para pengikut dan orang-orang yang beriman kepada Allah di dalam Kristus juga harus peduli (bermurah hati, dsb.) kepada sesamanya; memba-wa terang kepada orang lain, berkata dan bertindak benar pada orang lain, bertanggung-jawab kepada masyarakat, tidak menghakimi sesamanya, bahkan mengasihi musuh-musuhnya (Mat. 5:7, 33, 44; 7:1; 25:31 dst.)
6. Khusus di dalam surat-surat rasul Paulus, terdapat sejumlah istilah menyangkut apa yang terdapat dalam diri manusia. Ada psyche (nyawa, jiwa) (Rm. 11:3; 16:4; Flp. 2:30) Istilah ini juga menggambarkan hidup manusia secara keseluruhan (1Tes. 2:8; bdk. 1Kor. 14:7; 2Kor. 1:23). Terkadang istilah ini juga diterjemahkan dengan “segenap hati” (Kol. 3:23; Ef. 6:6), dan kadang-kadang dipadankan atau disamakan artinya dengan pneuma (roh). Pemakaian istilah pneuma sering dihubungkan dengan Roh Kudus. Lalu ada juga istilah kardia (hati sanubari) yang sinonim dengan suneidesis (hati nurani, suara hati); dan nous (akal budi, pikiran). Di sisi lain ada sarx (daging) dan soma (tubuh). Semua itu tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat dikotomi (pemisahan antara tubuh dan jiwa/ pikiran) ataupun trikotomi (antara tubuh, jiwa, dan roh), walaupun ada perbedaan keberadaan dan fungsi masing-masing; karena semua itu berasal dari Allah.
7. PB tidak hanya berbicara tentang manusia dalam dunia, dalam dirinya sendiri, maupun hubungannya dengan sesama/masyarakat, melainkan juga dengan Allah. Di satu sisi di PB – sama seperti di PL – tergambar hubungan yang akrab dan mesra, namun di sisi lain ter-gambar hubungan yang rusak dan kegagalan manusia, terutama akibat dosa. Manusia acap menyadari dan mengakui dosanya, lalu mohon pengampunan kepada Tuhan (Mat. 3:6; Mrk. 1:5). Tuhan berkenan mengampuni orang yang mengaku, mohon ampun, dan berto-bat dari dosa, tetapi ada juga dosa yang tidak terampuni, yaitu dosa kepada Roh Kudus.

III. YESUS KRISTUS (KRISTOLOGI)
1. Nama/istilah Kristus (Yunani: Christos) adalah terjemahan dari Mesias (Ibr. Hamasiah) yang berarti: [Dia] yang diurapi. Istilah ini beberapa kali terdapat dalam PL dan PB, dan pemahaman yang terdapat di PB adalah kelanjutan dari (dan tafsiran atas) pemahaman yang ada di PL. Umat/Gereja Kristen memahami dan mendaku (mengklaim) bahwa Mesias yang dinubuatkan di PL digenapi di dalam diri Yesus Kristus.11
2. Tulisan-tulisan di dalam PB tidak selalu memberi gambaran atau pemahaman yang sama tentang Yesus Kristus. Ada (terutama Injil Matius dan Lukas) yang sejak awal menggam-barkan Dia sebagai manusia sejati, termasuk silsilah-Nya (Mat. 1:1-17; Luk. 3:23-38), ken-dati tidak menyangkal keilahian-Nya); tetapi ada juga yang lebih menonjolkan keilahian-Nya (terutama Injil Yohanes). Sementara itu Injil Markus – yang tertua di antara 4 kitab Injil yang kanonik dan yang merupakan sumber utama Injil Matius dan Lukas – lebih menonjolkan isi Injil yang disampaikan-Nya (Mrk. 1:1). Apa dan bagaimana pun itu, PB secara keseluruhan berpusat pada penuturan dan pemahaman tentang Yesus Kristus.
3. Tentang Yesus Kristus sebagai manusia sejati, ada berbagai gambaran dan pemahaman. Matius dan Lukas menggambarkan bahwa Yesus lahir atau berasal dari keluarga manusia biasa dan juga bertumbuh secara normal, dari bayi, kanak-kanak, remaja, hingga dewasa. Ketiga kitab Injil Sinoptik juga menunjuk pada peristiwa pembaptisan Yesus sebagai awal pelayanan-Nya, sekaligus kesamaan atau kesetaraan-Nya dengan orang-orang lain yang juga dibaptis Yohanes Pembaptis. Tetapi suara dari surga ketika pembaptisan-Nya mem-perlihatkan bahwa ada juga perbedaan dan kelebihan-Nya dibanding orang-orang lain. Pencobaan yang dialami-Nya di padang gurun di satu sisi menggambarkan bahwa Ia sama dengan manusia pada umumnya, yang mengalami berbagai pencobaan (Ibr. 4:15), tetapi di sisi lain memperlihatkan kelebihan-Nya: mengalahkan dan mengusir si pencoba (Iblis). Berbagai aktivitas yang Yesus lakukan (makan bersama orang lain di rumah mereka, ber-cakap-cakap dengan macam-macam orang, mempersiapkan perahu nelayan, membayar pajak, dsb.) memperlihatkan bahwa Ia adalah bagian dari manusia dan masyarakat biasa. Begitu juga pergumulan dan doa-Nya di taman Getsemani – sampai berkeringat darah – dan teriakan-Nya di kayu salib, hingga penguburan-Nya.
4. Tetapi kitab-kitab Injil juga mencatat kelebihan-kelebihan dan keunikan-Nya, a.l. kepriha-tinan-Nya yang mendalam terhadap banyak orang yang hidup dalam berbagai penderitaan dan penindasan sosial-politik, kritik-Nya terhadap kemunafikan, kecaman-Nya terhadap banyak pemimpin agama, sejumlah pernyataan-Nya tentang siapa Dia (termasuk gelar-gelar yang disandang-Nya), kuasa-Nya mengampuni dosa dan memerintah alam, mengusir setan, dan melampaui hukum Taurat, memperlihatkan bahwa Ia bukan sekadar manusia biasa. Tulisan-tulisan Yohanes (Injil, surat-surat, dan Wahyu) menonjolkan semua ini. Begitu juga dengan sejumlah tulisan lain (Kisah PR, surat-surat Paulus, surat Ibrani, surat-surat Petrus, dan Wahyu). Ringkasnya: kemanusiaan-Nya menyatu dengan keilahian-Nya.
5. Satu hal yang menonjol dalam diri Yesus Kristus, walaupun Ia adalah juga manusia sejati, adalah bahwa Ia tidak berdosa. Injil-injil Sinoptik tidak eksplisit mencatat hal ini, tetapi ada berbagai peristiwa yang menyiratkannya, misalnya keraguan Yohanes untuk membap-tis Dia (Mat. 3:14) dan hardikan Yesus terhadap Petrus (Mat. 16:23). Semua ini mempersi-apkan pembaca untuk menerima uraian yang lebih khas di Injil Yohanes, seiring dengan pe negasan Yesus tentang diri-Nya: Akulah Terang Dunia (Yoh. 8:48), Aku melakukan kehen-dak Bapa-Ku (Yoh. 10:37; 14:10-11, 31; 15:10; 17:4); Aku dan Bapa adalah satu (Yoh. 10: 30; 17:22). Di surat-surat Yohanes pernyataan bahwa Yesus tidak berdosa lebih tegas (1Yoh. 3:5); ini seiring dengan pernyataan bahwa Ia adalah adil (1Yoh. 2:1). Tulisan-tulisan lain (Kisah PR, surat-surat Paulus, surat Ibrani, surat-surat Petrus, dan Kitab Wahyu) juga di sana-sini memperlihatkan – secara tersurat maupun tersirat – ketidakberdosaan Yesus. Ketidakberdosaan ini berhubungan erat dengan berbagai pernyataan lain tentang Yesus, a.l. inkarnasi (Allah menjadi manusia). Ketidakberdosaan-Nya tidak membatalkan atau menyangkal kemanusiaan-Nya yang sejati.
6. Yesus juga memiliki atau diberi berbagai gelar, yang sekaligus mengungkapkan kuasa dan karya-Nya. Di atas kita sudah mencatat gelar Kristus (Mesias). Di pemberitahuan malaikat kepada para gembala di Efrata tentang kelahiran Yesus sudah sekaligus disebut gelar ini bersama sebutan ‘Juruselamat’ dan ‘Tuhan’ (Luk. 2:11). Ini bisa kita pahami, karena kitab-kitab Injil baru ditulis sekian puluh tahun sesudah Yesus menyelesaikan tugas-Nya di du-nia dan kembali (naik) ke surga. Gelar-gelar ini berlatar belakang agama Yahudi maupun Yunani-Romawi. Yesus yang disebut Mesias itu, yang di sana-sini digandengkan dengan gelar ‘anak Daud’ (Luk. 1:32, 68-69; Mat. 9:27) diurapi untuk menjadi Juruselamat, bukan hanya untuk umat Israel/ Yahudi, melainkan juga untuk seluruh umat manusia yang mau menerima dan percaya kepada-Nya. Keselamatan (syalom, damai-sejahtera) bukan hanya perkara masa depan, di balik kematian, melainkan juga dalam kehidupan masa kini. Semua itu tidak hanya diungkapkan pada kitab-kitab Injil, melainkan juga di tulisan-tulisan lain (Kis. 2:25 dst.; 13:22 dst.; Rm. 1:3; 2Tim. 2:8; Why. 3:7; 5:5; 22:16).
7. Selain itu masih ada beberapa gelar lain: Hamba Tuhan (Ibr. ebed Yahweh), Anak Manusia (huruf pertama selalu ditulis dengan huruf besar), Anak Allah, nabi, guru, Firman (logos), Terang Dunia, Roti Hidup, Jalan, Kebenaran, Hidup, dan Adam Kedua/Terakhir. Masing-masing gelar itu punya makna dan mengandung tugas atau fungsi yang khas. Ini juga meru-pakan akar dari ungkapan Munus Triplex Christi (fungsi rangkap tiga Kristus: Nabi, Imam, dan Raja). Semua itu berpuncak pada sebutan ‘Allah’: Yesus Kristus Sang Firman adalah Allah (Yoh. 1:1; 20:28). Ini membawa konsekuensi yang besar bagi agama-agama lain yang endaku sebagai penganut monoteisme mutlak (semula Yahudi, belakangan juga Islam). Tetapi itu sekaligus menyatakan bahwa Allah PB itu adalah Allah Tritunggal (Bapa, Anak, dan Roh Kudus). Hal ini akan kita lihat juga nanti ketika membahas Roh Kudus.

IV. MISI KRISTUS
1. Apa tujuan Tuhan Allah menjelma menjadi manusia di dalam diri Putera atau Anak Tung-gal-Nya Yesus Kristus dan datang ke dunia? Manusia sudah jatuh ke dalam dosa dan ber-sama dunia (dalam arti jasmani/fisikal maupun rohani/spiritual) sudah rusak akibat dosa. Tetapi Tuhan Allah juga juga sangat mengasihi dunia dan manusia dan hendak menyela-matkannya (Yoh. 3:16-17). Sejalan dengan itu, Tuhan Allah melalui dan di dalam Yesus Kristus hendak mendatangkan atau memulihkan Kerajaan-Nya di bumi ini. Untuk itu Ia harus menderita, bahkan mati, karena hanya dengan cara itulah Ia menyelamatkan dunia dan manusia serta mendatangkan/memulihkan Kerajaan-Nya. Jadi misi Kristus berpum-pun (berfokus) pada dua hal besar: menyelamatkan manusia beserta dunia dan menda-tangkan/memulihkan Kerajaan-Nya. Kita mulai dengan melihat apa Kerajaan Allah itu.
2. Kerajaan Allah (basileia tou theou) tidak sama dengan kerajaan-kerajaan yang ada di du-nia ini, dalam arti: ada rajanya (turun-temurun), ada wilayah kekuasaannya, ada rakyat-nya, dst. Baik di PL maupun di PB “Kerajaan Allah” merupakan ungkapan yang bersifat dinamis: perbuatan atau aktivitas kekuasaan dan pemerintahan Allah. Di PB ungkapan “Kerajaan Allah” sering diungkapkan dengan “Kerajaan Surga”. Secara harfiah, ungkapan “Kerajaan Allah” dan “Kerajaan Surga” tidak ada di PL (yang ada adalah: Raja, Kerajaan, Kerajaan-Mu, Kerajaan-Nya), tapi pernyataan bahwa Allah adalah Raja dan Sang Empunya Kerajaan tersebar di mana-mana. Karena itu ungkapan “Kerajaan Allah/Surga” perlu juga dilihat dan dipahami berdasarkan latar belakangnya di PL (Kel. 15:18; Ul. 33:5; 1Taw. 29:11; Mzm. 103:19; 145:11-13; Yes. 24:23; 43:15; Yer. 46:18; Dan. 4:3; dsb.).
3. Injil yang dibawa dan diberitakan Yesus Kristus lazim disebut Injil Kerajaan Allah. Keha-diran dan perwujudan Kerajaan Allah tidak ditandai dengan tindakan Yesus mengusir dan mengalahkan kekuasaan penjajah (kekaisaran Romawi dan antek-anteknya, termasuk Raja Herodes) lalu memulihkan kerajaan Israel/Yehuda dan menduduki takhtanya. Ia justru menghadirkan Kerajaan Allah/Surga itu melalui tindakan mengajar, berkhotbah (a.l. Khot-bah di Bukit; Mat. 5-7), menyembuhkan orang sakit (“melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu”; Mat. 4:23). Injil Kerajaan Allah itu berisi berita kesela-matan dan kebenaran sejati; karena itu manusia yang hendak menerima dan menikmati keselamatan itu harus terlebih dulu mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya (Mat. 6:33). Senada dengan itu, rasul Paulus menandaskan: “Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita dalam Roh Kudus” (Rm. 14:17). Kerajaan Allah yang sedang datang itu juga membawa tantangan, memanggil orang kepada pertobatan, dengan a.l. memberi diri dibaptis (bdk. Mat. 3:7-12). Dengan itu Tuhan Yesus (maupun Yohanes Pembaptis dan rasul Paulus) sekaligus menyatakan bahwa Kerajaan Allah itu bukan hanya perkara masa depan (di balik kematian ataupun sesudah dunia ini berakhir), melainkan juga perkara masa kini, kendati kesempurnaannya baru sepenuhnya terwujud ketika Tuhan Yesus datang kembali.

4. Kerajaan Allah juga memiliki aspek “politis”: mereka yang menerima Injil Kerajaan Allah (dengan bertobat dan memberi diri dibaptis) menerima status sebagai warga Kerajaan Allah, selain statusnya sebagai warga kerajaan/negara yang ada di dunia ini.12 Karena itu setiap orang yang sudah dibaptis, dan sudah menjadi warga Kerajaan Allah juga terpanggil dan diutus untuk ambil bagian dalam misi pertama Yesus Kristus, yaitu memberitakan Injil dan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah itu dalam hidup dan kiprahnya setiap hari. Ini berkait erat dengan misi kedua: memikul salib (Mat. 16:24 dan paralelnya), yang salah satu konsekuensinya adalah kesediaan menomorduakan ikatan/kepentingan keluarga dan tidak terlalu gemar mengejar serta mementingkan harta (Mat. 10:37; Mrk. 10:17 dst.).
5. “Memikul salib” merupakan bagian dari “menderita” atau “menderita sengsara”, dan itu berhubungan dengan – dan dilatarbelakangi oleh – agama Yahudi/isi PL tentang “memper-sembahkan kurban” atau “mengorbankan diri” (Kej. 9:4 dst.; Im. 17:11; Ul. 12:23; Mzm. 72:14). Tindakan ini juga berkait dengan penetapan/pengikatan perjanjian yang baru antara Tuhan Allah dan umat-Nya (Mzm. 68, 77, 114, 135, 136; Yes. 43:14-19; Yer. 31:31; Yeh. 20:5; Hos. 11:1) yang di PB a.l. digemakan dalam Ibrani 8. Ini juga berkaitan dengan penetapan Perjamuan Malam/Perjamuan Kudus oleh Tuhan Yesus. Roti dan anggur adalah lambing dari tubuh dan darah Kristus yang dikorbankan/dipersembahkan demi untuk keselamatan manusia yang percaya kepada-Nya dan menerima kurban Perjamuan Kudus.
6. Tindakan Tuhan Yesus mengurbankan diri-Nya, memikul salib, dan mati di kayu salib su-dah lebih dulu dan beberapa kali dinubuatkan dan disampaikan-Nya kepada murid-murid-Nya (Mat. 16:21; 17:22-23 dan paralelnya; Mat. 20:17-19; Luk. 17:25). Pemberitahuan ini sekaligus merupakan persiapan dan ajakan Yesus kepada para murid dan pengikut-Nya untuk juga siap dan rela memikul salib, dianiaya, menderita, dan dibunuh – sama seperti yang sudah dialami para nabi PL (Mat. 10:16-18; 23:30; 24:9) – demi untuk menghadirkan dan mewujudkan Kerajaan Allah.
7. Nubuatan dan pemberitahuan Tuhan Yesus tentang penyaliban, dan kematian-Nya itu sungguh menjadi kenyataan, dan peristiwa itu dicatat dalam banyak dokumen resmi kekaisaran Romawi.13 Peristiwa itu juga memperlihatkan bahwa Yesus menghampiri kematian sebagai tindakan yang sukarela; Ia sepenuhnya sadar akan harga yang harus Ia bayar tatkala Ia memikul salib dan menjalani kematian itu. Kematian Yesus dihubungkan dengan penghapusan dosa manusia. Dengan demikian Yesus menjalani kematian sebagai yang mewakili atau menggantikan manusia berdosa. Kematian-Nya itu merupakan suatu kurban yang berhubungan dengan penetapan perjanjian baru antara Allah dan manusia. Kematian-Nya itu merupakan pendahuluan bagi perwujudan penuh dari Kerajaan Allah.

V. ROH KUDUS
1. Roh Kudus adalah Allah sendiri, yang hadir dan bekerja sebagai pribadi ketiga dari Allah Tritunggal. Roh Kudus sudah hadir dan turut bekerja dalam penciptaan alam semesta (Kej. 1:2) dan juga di dalam berbagai peristiwa yang dicatat di PL (Kej. 6:3; Kel. 31:3; Hak. 3:10; 13:25; 14:6; 1Sam. 10::10; 11:6; 16:13-14; 19:20; Ayb. 27:3; 33:4; Mzm. 104:29-30; Yes. 11:2; 40:7; 42:1-4; 61:1; 63:10-11; Yeh. 2:2; 11:5; Hos. 9:7; Mi. 3:8; Za. 7:12). Roh Kudus (=Roh Allah = Roh Tuhan) di PL sama dengan yang di PB. Karena itu, untuk memahami Roh Kudus, kita juga harus mempelajari apa-apa yang dikemukakan PL tentang Roh Kudus.
2. Di PB kehadiran dan karya Roh Kudus sudah sejak Elisabet mengandung janin Yohanes (Luk. 1:15, 41) dan Maria mengandung janin Yesus (Mat. 1:18-20; Luk. 1:35; bdk. Pengaku-an Iman Rasuli: “yang dikandung dari Roh Kudus”). Roh Kudus juga turun/tercurah atas Yesus ketika Ia dibaptis Yohanes (Mr. 1:9-11 dan paralelnya). Roh Kudus juga yang mem-bawa Yesus ke padang gurun untuk berpuasa dan dicobai Iblis (Mat. 4:1-11). Roh Kudus juga yang memenuhi dan memberi kuasa kepada Yesus untuk melakukan berbagai mukji-zat, termasuk mengusir dan mengalahkan roh-roh jahat (Mat. 12:28; bdk. Luk. 4:18-21 se-bagai penggenapan nubuat pada Yes. 61:1-2). Tuhan Yesus juga menyebut dan menjanjikan Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran, Penolong, dan Penghibur (Yoh. 14:16-26; 16:7).
3. Roh Kudus tidak hanya memenuhi diri Yesus Kristus (sehingga disebut juga Roh Kristus; Rm. 8:9; 1Ptr. 1:11), melainkan juga memenuhi para murid-Nya (yang kemudian disebut ‘rasul’), terutama sejak dicurahkan kepada mereka pada hari Pentakosta (ke-50; Kis. 2:1-12). Dengan Roh Kudus yang memenuhi mereka, para rasul melakukan berbagai mukjizat serta memiliki keberanian dan daya tahan menghadapi berbagai penindasan dan aniaya. Mereka juga membaptis banyak orang dengan – dan agar juga dipenuhi – kuasa Roh Kudus. Dengan demikian bukan hanya para rasul yang dipenuhi Roh Kudus, melainkan juga para pelayan lain (misalnya Stefanus; Kis. PR 7:55). ), bahkan warga jemaat (Kis. 4:31). Ini dapat kita baca di sepanjang kitab Kisah Para Rasul, dan juga di berbagai tulisan lain di PB.
4. Khusus di surat-surat rasul Paulus, keberadaan, pekerjaan, dan karunia Roh Kudus sangat menonjol. Hampir tidak ada surat rasul Paulus yang tidak berkata-kata tentang Roh Kudus. Di surat Roma, Paulus banyak berbicara tentang kuasa dan karya Roh Kudus (menolong, melindungi, menguduskan, dsb.). Di surat Roma dan 1 Korintus, rasul Paulus juga berkata-kata tentang charismata (karunia-karunia) Roh Kudus, dengan menyebut banyak contoh: bernubuat, melayani, mengajar, menasihati, memberi pimpinan, menunjukkan kemurahan, berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, berkata-kata dengan baha sa roh, iman, menyembuhkan, dsb. (Rm. 12:6-8; 1Kor. 12:8-12). Semua itu bukan untuk membuat penerimanya menonjolkan diri, melainkan untuk membangun jemaat (1Kor. 14). Di surat kepada Jemaat di Galatia rasul Paulus menyebut sejumlah buah Roh: kasih, suka-cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, dan penguasaan diri. Itu menandakan bahwa mereka hidup dalam Roh dan dipimpin oleh Roh (Gal. 5:22-25). Tulisan dan surat-surat lain di PB juga mengatakan hal yang sama.

VI. KEHIDUPAN KRISTEN
1. Yang dimaksud dan dicakup pada bab ini adalah respons manusia – sebagai pribadi mau-pun sebagai komunitas – atas apa-apa yang sudah dikerjakan Allah (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) demi untuk keselamatan umat manusia. Respons ini mencakup: pertobatan, iman, lahir kembali, hidup baru, ketekunan, kekudusan, dan hal lain yang berkait dengan itu.
2. Seruan Tuhan Yesus untuk bertobat sudah Ia sampaikan sejak awal pemberitaan Injil-Nya (Mrk. 1:14; Mat. 4:17; Luk. 5:32), sebagai kelanjutan atas seruan serupa yang disampaikan Yohanes Pembaptis (Mrk. 1:4; Mat. 3:1-2, 8; Luk. 3:3). Seruan untuk bertobat itu juga disam paikan murid-murid-Nya ketika mereka diutus Tuhan Yesus (Mrk. 6:12). Injil Lukas mem-beri perhatian dan penekanan yang sangat kuat atas pertobatan, diikuti peringatan kepada orang-orang yang tidak mau bertobat (Luk. 13:1-5) maupun pengampunan bagi yang mau bertobat (Luk. 17:1-4), dan sukacita di surga bila ada yang bertobat (Luk. 15:7, 10).
3. Menerima Injil dan bertobat mesti diikuti dengan [ber]iman (percaya kepada Injil Kristus dan mempercayakan diri kepada Kristus (Mrk. 1:15; Yoh. 4:50), dan sepenuhnya mengikut Dia (Mrk. 1:17). Percaya kepada Yesus juga berarti percaya kepada Kitab Suci yang memu-at perkataan Yesus (Yoh. 2:22). Ditegaskan juga bahwa [ber]iman menghasilkan berbagai buah besar: kesembuhan (Mat. 8:10, 13), angin rebut reda (Mat. 8:26 dan //nya), dan ber-bagai kemampuan baru (Mat. 17:20; 21:21-22; Luk. 17:5). Beriman juga berarti kemampu-an melihat hal-hal yang oleh manusia pada umumnya dianggap mustahil atau tidak mung-kin (Mrk. 9:23). Iman juga berpengaruh pada perbuatan yang mengungkapkan iman itu, a.l. doa, sebagai komunikasi dengan Allah (Mat. 21:12; Mrk. 11:24).
4. Salah satu aspek penting dari kehidupan Kristen dan berkait erat dengan bertobat dan ber-iman adalah pengampunan (Mrk. 1:4, “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu”; bdk. Luk. 24:47). Pengampunan merupakan tindakan anuge-rah Allah yang diberikan secara cuma-cuma; karena itu kita juga didorong untuk memberi pengampunan kepada sesama dengan cuma-cuma (bdk. Doa Bapakami, Mat. 6:12; Luk. 11: 4) walaupun pengampunan dari kita tidak sebanding dengan pengampunan dari Allah. Pengampunan dari Allah tidak terbatas; karena itu kita yang sudah diampuni juga meng-ampuni dengan tidak terbatas (Luk. 17:4). Yesus yang tersalib juga masih memohon agar Allah Bapa mengmpuni orang-orang yang menyalibkan dan membunuh-Nya (Luk. 23:34). Sebelumya, Tuhan Yesus juga menyatakan bahwa roti dan anggur pada perjamuan malam yang Ia tetapkan itu melambangkan tubuh dan darah-Nya untuk pengampunan dosa (Mat. 26:28). Pendek kata, pengampunan merupakan prasyarat untuk pembaruan persekutuan. Tetapi ada juga dosa yang tidak dapat diampuni, yaitu dosa kepada Roh Kudus (bdk. II.7), yaitu kekerasan hati, yang membuat seseorang tidak mengaku dosa dan memohon ampun (Mrk. 3:28-29 dan //nya; Luk. 12:10).
5. “Lahir kembali” atau lahir/hidup baru terutama ditekankan dalam Injil Yohanes dan ini berkait erat dengan status orang yang beriman kepada Yesus sebagai “anak-anak Allah” (Yoh. 1:12-13; 3:3). Wawasan ini juga sangat ditekankan pada surat 1 Yohanes (2:29; 3:9; 4:7; 5:4, 18). Lahir baru disusul dengan dampak-dampak rohani tertentu, a.l. tidak lagi terus-menerus berbuat dosa, mengasihi sesama, mengenal Allah, dan mengalahkan dunia. Juga dikemukakan di beberapa surat lain (a.l. Tit. 3:5, 1Ptr. 1:23; Yak. 1:18). Lahir baru tidak sama artinya dengan menggali dan mengembangkan bakat-bakat terpendam, karena lahir baru bukan hasil pekerjaan manusia.
6. Hal-hal tersebut di atas (berobat, beriman, pengampunan, dan lahir kembali) berkait erat dengan anugerah Allah (kharis), yang di dalam PB terjemahan Indonesia kadang-kadang diterjemahkan dengan “kasih karunia” dan “kemurahan hati” (bdk. Luk. 2:40, 52; 4:22). Anugerah [Allah] menjadi dasar tindakan Allah dalam rangka keselamatan [umat nanusia]. Memang di PB banyak dikemukakan tuntutan atau norma etika bagi warga Kerajaan Allah, namun semua itu didasarkan pada anugerah/kemurahan Allah (bdk. Khotbah di Bukit). Pelaksanaan tuntutan itu tidak didasarkan semata-mata pada kemampuan manusia; Allah-lah yang menganugerahkan kemampuan itu. Berbagai karya Allah, termasuk pemilihan atas manusia untuk diselamatkan, semata-mata berdasarkan anugerah-Nya (bdk. Yoh. 6: 37, 44, 65). Tetapi manusia bisa saja menolak anugerah-Nya dan mengeraskan hatinya (bdk. Yoh. 12:26 dst.); itulah yang tadi sudah disebut sebagai berdosa kepada Roh Kudus. Surat-surat rasul Paulus maupun surat-surat/tulisan lain juga banyak membahas hal ini.
7. Dampak praktis dari hal-hal yang dikemukakan di atas adalah hidup baru dalam Kristus. Tulisan-tulisan Yohanes kadang-kadang mengungkapkan hal ini dengan “tinggal/berada di dalam Aku” (Yoh. 6:56; 15:4-5) sejajar dengan “Bapa di dalam Aku” dan sebaliknya (Yoh. 14:20; 17:21), yang berdampak pada hidup sama seperti Kristus (1Yoh. 2:6) dan menuruti segala perintah-Nya (1Yoh. 3:24), terutama hidup di dalam kasih (1Yoh. 4:12). Itu juga berarti hidup di dalam kekudusan dan kesempurnaan, yang bermuara pada hidup kekal yang bahkan sudah dinikmati orang yang percaya kepada Kristus dalam hidup masa kini (Yoh. 3:15-16; 6:40, 47; 20:31; 1Yoh. 1:2; 2:25; 5:20). Oleh rasul Paulus, semua itu diung-kapkan dengan istilah “hidup di dalam Kristus”, “mengenakan Kristus” atau “dipersatukan dengan Kristus” di masa kini dan masa depan (Rm. 6:3, 11; 1Kor. 12:13; bdk. Gal. 3:23-27).
8. Salah satu pertanyaan mendasar bagi umat Kristen yang sudah mendapat anugerah kesela-matan dan hidup baru adalah: apakah Hukum Taurat masih berlaku dalam kehidupan umat Kristen? Pertanyaan ini terutama penting bagi mereka yang sebelumnya menganut agama Yahudi yang sangat menekankan ketaatan pada hokum Taurat. Tuhan Yesus sendiri sejak kanak-kanak menjalankan hukum Taurat (Luk. 2:22-39). Dalam Khotbah di Bukit, Ia juga menyebutnya (Mat. 5:17-18; 7:12). Dengan kata lain, Tuhan Yesus menghargai hukum Taurat; tetapi di sisi lain Ia tidak mau terikat pada legalisme dan memberi arti/makna baru terhadapnya (Luk. 4:15-16, 31-32). Ia juga menyadari dan menekankan bahwa hukum Tau rat tidak lengkap, dan Kerajaan Allah melampaui hukum Taurat dan kitab para nabi (Luk. 16:16; bdk. Mat. 11:12-13). Tulisan-tulisan Yohanes dan surat-surat para rasul, terutama surat-surat Paulus mempertegas arti dan makna Taurat bagi yang beriman pada Kristus.

VII. GEREJA (EKLESIOLOGI)
1. Secara resmi Gereja Kristen terbentuk di Yerusalem pada hari Pentakosta (hari ke-50 setelah kebangkitan Kristus = hari pencurahan Roh Kudus; Kisah PR 214), walaupun pada masa hidup-Nya sebagai manusia Yesus Kristus sudah berfirman juga tentang gereja/je-maat yang akan didirikan-Nya di bumi ini (Mat. 16:18; 18:17). Di satu sisi Gereja Kristen adalah kelanjutan dari qahal Yahweh (umat Tuhan) di PL, karena Tuhan yang diimani dan disembah Gereja/umat Kristen adalah juga Tuhan PL/Israel. Kitab Suci PL juga dijadikan Gereja Kristen sebagai Kitab Sucinya, yang kemudian dilengkapi dengan PB. Tetapi di sisi lain Gereja Kristen adalah suatu persekutuan baru, yang mengimani dan menyembah Ye-sus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia (hal yang sampai sekarang tidak dii-mani orang Israel/Yahudi). Bila qahal Yahweh hanya [terutama] terdiri dari orang Israel maka Gereja Kristen sejak semula dan selanjutnya terdiri dari segala bangsa (bdk. Rm. 9).
2. Di dalam Injil-Nya Yesus Kristus banyak berbicara tentang Kerajaan Allah (lihat Bab I). Gereja Kristen tidak sama dengan Kerajaan Allah. Hakikat dan tugas Gereja Kristen adalah penanda yang bertugas menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah, yang sudah dan se-dang, dan yang menjadi sempurna pada kedatangan Kristus kembali ke dunia ini (bdk. Augustinus: Gereja adalah civitas peregrina/umat yang mengembara, menuju Kota Allah). Dengan demikian Gereja tidak hanya merupakan realitas dan entitas masa lalu dan masa kini, melainkan juga berorientasi ke masa depan (lihat Bab IX). Gereja tidak hanya beru-rusan dengan hal-hal di dunia ini (horizontal), melainkan juga hal-hal surgawi (vertikal). Sebagai persekutuan, Gereja tidak hanya merupakan persekutuan sesama manusia, mela-inkan juga – dan terutama –persekutuan dengan Allah/Roh Kudus (bdk. 2Kor. 13:13).
3. Gereja (berasal dari bahasa Portugis: igreja, bahasa Latin: iglesia, bahasa Yunani ekklesia) secara harfiah berarti dipanggil keluar. Itu berarti, Gereja harus lebih banyak mengarahkan perhatiannya serta melaksanakan tugas dan kegiatannya ke luar dirinya, bukan sekadar berorientasi dan bersibuk diri mengurusi berbagai hal internal. Tugas dan panggilan ke luar dirinya terutama untuk bersaksi (marturia), memberitakan Injil keselamatan kepada semua bangsa, dengan kata-kata maupun perbuatan nyata, dan melayani (diakonia) untuk menyatakan kasih Tuhan kepada sesama, bahkan juga kepada seluruh ciptaan Tuhan. Dalam praktiknya marturia sering kali serempak dan sejalan dengan diakonia. Kalaupun Gereja menyelenggarakan koinonia ([pembinaan] persekutuan), termasuk peribadahan (liturgia) pengajaran/pembinaan, dan penggembalaan (pelayanan pastoral), itu mestinya untuk mempersiapkan dan memperkuat kegiatan Gereja ke luar dirinya.
4. Dalam rangka kegiatan dan pelayanan ke luar dirinya, Gereja perlu mempelajari konteks kehadiran Gereja pada masa PB, bahkan konteks kehadiran dan pelayanan Tuhan Yesus: konteks/situasi sosial-ekonomi-politik-budaya dan agama, sikap Tuhan Yesus dan Gereja mula-mula terhadap semua itu (termasuk negara/pemerintah, tatanan sosial dan budaya) serta apa yang mereka lakukan dan manfaat apa yang mereka berikan terhadap semua itu (kita perhatikan a.l. kehadiran/perhatian Tuhan Yesus di tengah-tengah kehidupan masya-rakat, a.l. hadir di pesta kawin di Kana, Yoh. 2:1-11; sikap terhadap kaisar, Mrk. 12:17 dan //). Pada gilirannya ini menjadi dasar sikap dan pertimbangan gereja masa kini, serta da-sar refleksi dan evaluasi atas dampak dan manfaat kehadiran gereja di tengah dunia ini.
5. Di dalam PB dikemukakan berbagai hal tentang bentuk dan penataan Gereja. Alkitab/PB tidak menyajikan satu model persekutuan dan penatalayanan. Di banyak nas (a.l. Ef. 4:11-16; 1Tim. 3:1-13 [bdk. Kis. 6:1-6]; Tit. 1:5-16) disebut berbagai jabatan/tugas pelayanan (rasul, nabi, penatua, penilik jemaat, penginjil, gembala, pengajar, diaken, dsb.), tapi belum ada definisi, uraian tugas, sistem, model, dan struktur organisasi yang baku. Baru belakang an masing-masing gereja/jemaat mengatur sesuai dengan penafsiran dan kebutuhan.
6. Di sejumlah nas rasul Paulus juga berbicara tentang berbagai karunia Roh (charisma), a.l. berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, menyembuhkan, menga-dakan mukjizat, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh, berbahasa roh, melayani, mengajar, menasihati, memberi pimpinan, dsb. (1Kor. 12:8-10; Rm. 12:6-8). Karunia [Roh] ini tidak sama dengan jabatan, karena Tuhan melalui Roh-Nya memberi karunia kepada setiap orang. Bisa saja seseorang menerima/mendapat lebih dari satu karunia. Apa dan ba-gaimana pun itu, tidak ada karunia yang lebih unggul dari yang lain. Semua itu tidak boleh membuat seseorang merasa lebih tinggi/hebat dari yang lain, atau menjadi congkak roha-ni. Setiap orang di Gereja/Jemaat adalah ‘batu yang hidup’, warga dari bangsa yang kudus dan terpilih, imamat yang rajani (bdk. semboyan Martin Luther: imamat am orang perca-ya), maka masing-masing terpanggil dan ambil bagian dalam membangun jemaat (1Kor. 14:12) dan memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah (1Ptr. 2:5, 9).
7. Di dalam perkembangan Gereja selanjutnya, ada berbagai implementasi (penerapan) yang diakibatkan oleh perbedaan penafsiran atas berbagai informasi dan petunjuk di Alkitab, khususnya di PB, a.l. mengenai sistem penataan gereja (kongregasional, presbiterial, sino-dal, episkopal, papal, dsb.), jabatan dan pejabat gereja, sakramen (terutama Baptisan [de-wasa atau anak-anak, percik atau selam, dsb.] dan Perjamuan Kudus), tempat dan peranan perempuan. Masing-masing gereja mendaku (mengklaim) bahwa pemahaman dan praktik-nyalah yang paling alkitabiah. Ini menantang Gereja untuk saling menghargai & mengakui.
8. Pada masa PB (abad pertama) hingga awal abad ke-4 Gereja sering mengalami persekusi (penindasan dan aniaya); bahkan setelah itu di banyak tempat masih terjadi. Tuhan Yesus sendiri sudah lebih dulu mengalaminya, dan berulang kali berpesan, barang siapa mau mengikut Dia, ia harus memikul salib, bahkan kehilangan nyawa. Tetapi sama seperti Dia yang bangkit dan menang, Gereja yang dianiaya itu akan terus bertahan hingga akhir za-man, menjadi ecclesia triumphans (gereja yang menang). Karena itu Tuhan Yesus dan para rasul tidak jemu-jemunya menasihatkan agar Gereja tetap setia dan bertahan hingga akhir, agar pada akhirnya memperoleh mahkota kehidupan yang kekal (Why. 2:10).

VIII. HAL-HAL TERAKHIR/MASA YANG AKAN DATANG (ESKATOLOGI)
1. Hal-hal terakhir, atau akhir zaman (eschatos) mencakup beberapa pokok teologis: Keda-tangan Kristus kembali (kadang-kadang disebut: kedua kali), kebangkitan tubuh (kehi-dupan sesudah mati), penghakiman, serta surga dan neraka. Hal-hal itu terjadi atas alam semesta (seluruh ciptaan Tuhan), terutama atas manusia, secara individual (perorangan) maupun komunal (keseluruhan). Di PL ada juga nubuat tentang akhir zaman (a.l. Yes. 24-27 dan Dan. 7:13-14), dan apa-apa yang dikatakan di situ mirip dengan PB (Mat. 24-25 dan //). Tetapi yang paling banyak berkata-kata tentang itu adalah PB, mulai dari kitab-kitab Injil, surat-surat para rasul, dan kitab Wahyu. Yang dikatakan di PB tentang hal-hal itu di sana-sini ada perbedaan; karena itu untuk memahaminya kita perlu melihat latar belakang dan konteksnya. Kita juga perlu menyadari perbedaan antara akhir zaman dan zaman a-khir: akhir zaman berarti akhir sejarah keseluruhan alam semesta, sedangkan zaman akhir adalah zaman yang dimulai dengan kedatangan pertama Kristus dan berpuncak pada keda-tangan-Nya kembali (lihat a.l. 1Kor. 10:11; Ibr. 1:2; 9:26; 1Ptr. 1:5, 20; 2Ptr. 3:3).
2. Tentang kedatangan Kristus kembali ke dunia ini – sesudah Ia mati, bangkit, dan naik ke surga – Ia sendiri berulang kali menubuatkannya (di situ Tuhan Yesus sering menyebut diri-Nya “Anak Manusia” (bdk. Bab III.7) (Mat. 16:28; Mrk. 13:26 dan //). Kedatangan-Nya kembali itu didahului sejumlah tanda: peperangan, gempa bumi, kelaparan, penganiaya-an, dsb. (Mrk. 13:7-9 dan //; bdk. Dan. 9:27). Akan tampil juga nabi palsu yang menyesat-kan banyak orang (Mat. 24:5, 24 dan //) dan akan terlihat berbagai peristiwa/ goncangan besar di langit (planit-planit lain: matahari, bulan dsb.; Mat. 24:29-30 dan //). Tetapi di sisi lain dikatakan juga bahwa akhir zaman dan kesudahan alam semesta tidak terjadi sebelum Injil Kerajaan Allah diberitakan di seluruh dunia, menjadi kesaksian bagi semua bangsa (Mat. 24:14; Mrk. 13:10).15
3. Dalam nubuat/pemberitaan Tuhan Yesus tentang kedatangan-Nya kembali itu, Ia sendiri menyatakan bahwa hal itu akan segera terjadi, “di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Keraja-an-Nya” (Mat. 16:28; Mrk. 9:1). Itu juga dinyatakan malaikat segera sesudah Tuhan Yesus naik ke surga (Kis. 1:11) walaupun dalam ungkapan yang sedikit berbeda, dan dalam khot-bah rasul Petrus pada hari Pentakosta (Kis. 2:17-21). Itu juga yang ditegaskan rasul Paulus dalam suratnya yang pertama ke jemaat Tesalonika (1Tes. 4:15, “Kita yang hidup, yang ma-sih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal.”).16 Tetapi setelah beberapa puluh tahun, parousia (kedatangan [kembali]) itu belum terjadi. Banyak warga jemaat meninggal, rasul Paulus semakin tua, gereja (jemaat-jemaat) Kristen, yang semula tidak merasa perlu menata diri, memandang perlu penataan kehidupan jemaat sambail tetap menantikan kedatangan Tuhan kembali (bdk. Ef. 4:10-16).

4. Tentang saat/waktu parousia itu, walaupun Tuhan Yesus berulang kali menubuatkannya, tetapi Ia sendiri tidak menentukan kapan saatnya terjadi. Bahkan Ia berkata, Ia sendiri tidak tahu, hanya Allah Bapa yang mengetahui dan menetapkan saatnya (Mat. 13:32). Yang penting bagi umat yang percaya kepada-Nya adalah tetap berjaga-jaga dan siap-sedia (Mrk. 13:33-37; Luk. 12:35). Mereka yang ‘tertidur’ dan tidak berjaga-jaga, tidak akan ikut masuk ke ‘ruang perjamuan kawin mempelai yang datang itu’ (Mat. 25:1-13). Sehubungan dengan itu, penulis surat 2 Petrus mengingatkan, “di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun” (2Ptr. 3:8). Dalam kenyataannya, hingga hari/tahun ini (2023) Tuhan Yesus belum datang kembali, namun kita tetap diingatkan untuk terus menanti dan berjaga-jaga.
5. Sama seperti Tuhan Yesus bangkit dan menang atas maut, semua orang yang beriman ke-pada-Nya akan dibangkitkan dan mengenakan tubuh yang baru, tubuh kebangkitan (1Kor. 15). Tetapi kita tidak langsung dibawa ke surga, ke ‘rumah Bapa’ (Yoh. 14). Kita akan men-jalani penghakiman (Mat. 10:15; 11:22, 24; 16:27; Luk. 10:14; 11:31-32; Why. 14:6-12). Itu berarti bahwa kita/orang yang beriman kepada-Nya masih harus menunggu kedatang-an-Nya kembali untuk menghakimi kita, sambil beristirahat dari segala jerih lelah kita (bdk. Why. 14:13, “Berbahagialah orang-orang yang mati dalam Tuhan … supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka”). Karena itu, ketika seseorang meninggal, baiklah kita tidak dengan enteng dan buru-buru berkata bahwa ia sudah masuk dan berada di surga segera setelah meninggal.
6. Surga sering dipahami sebagai tempat Tuhan Allah bersemayam dan bertakhta. Tetapi yang lebih banyak dikemukakan di PB adalah: surga menyatakan kehadiran Tuhan, bukan sekadar tempat. Di mana Tuhan hadir, di situlah surga. Manusia, terutama orang yang beriman kepada Allah di dalam Kristus, memang berharap akan hidup di surga bersama Tuhan, kelak sesudah ia mati [dan dibangkitkan]. Tetapi surga sebagai keadaan sudah hadir juga di dalam kehidupan masa kini, ketika kita melakukan kehendak Allah (Mat. 12: 50; 18:14). Sebaliknya, neraka sering dipahami sebagai tempat penghukuman kekal bagi orang-orang yang dihukum Allah (Why. 21:8). Tetapi neraka pada hakikatnya adalah keadaan terpisah dari Allah, dan itu juga sudah terjadi di tengah kehidupan masa kini.
7. Menyangkut keadaan dan nasib alam semesta, terutama bumi yang dihuni manusia, pada akhir zaman, ada dua gambaran yang berbeda. Yang satu menggambarkan kehancuran total dari seluruh ciptaan Tuhan, lalu Tuhan menciptakan/menghadirkan langit dan bumi yang samasekali baru yang berpusat pada Yerusalem baru, yang turun dari surga (Why. 21: 1-2). Di situ tidak ada lagi air mata, ratap tangis, perkabungan, maut; sebab segala sesuatu yang lama itu sudah berlalu (Why. 21:4). Yang lain justru menggambarkan pembaruan atas langit (alam semesta) dan bumi yang lama. Di situ, orang-orang yang dilayakkan dan diper-kenan Tuhan akan digembalakan Tuhan sendiri dan menikmati kehidupan kekal (Why. 7: 9-17). Ungkapan “Aku menjadikan segala sesuatu baru” (Why. 21:5) tidak dipahami seba-gai penghancuran, melainkan pemulihan (restorasi) atas langit dan bumi yang lama. Bumi dan kehidupan manusia yang dimulai di taman [Eden] diperbarui di kota Allah, Yerusalem.

IX. ETIKA KRISTEN
1. Dari bab-bab/pelajaran terdahulu terlihat bahwa manusia yang sudah diperbarui Kristus membentuk suatu umat yang baru serta mempraktikkan hidup dan perilaku baru, dalam hubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama dan seluruh ciptaan. Etika PB berakar pada etika PL, karena Tuhan Yesus juga mengakui otoritas PL (terutama Dasa Titah); na-mun ada juga hal-hal baru yang dikemukakan Tuhan Yesus berdasarkan otoritas diri-Nya (bdk. Khotbah di Bukit, Mat. 5-7). Tuhan Yesus juga merangkum Hukum Taurat dalam Hukum Kasih (Mat. 22:37-39 dan //). Pada gilirannya, ini dikembangkan para rasul, sebagaimana terlihat pada semua surat mereka yang dimuat di PB.
2. Etika Kristen didasarkan pada tindakan/karya Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Sebagai persekutuan orang-orang beriman yang sudah diselamatkan Tuhan karena kasih-karunia-Nya semata (bdk. semboyan para reformator, terutama Martin Luther dan Johannes Calvin: sola fide dan sola gratia), orang Kristen berbuat baik sebagai buah dari iman mereka. Jadi berbuat baik (beramal, dsb.) bukan supaya selamat, melainkan karena sudah selamat (Ef. 2:8-9; Rm. 5:1). Sejalan dengan itu, orang Kristen berbuat baik didorong oleh hati yang bersyukur, bukan oleh keinginan mematuhi hukum-hukum lahiriah.
3. Etika Kristen juga berhubungan erat dengan eskatologi (Bab VIII). Sementara menantikan kedatangan Kristus kembali, umat yang beriman dan berpengharapan kepada-Nya mesti berbuat baik (bdk. 1Tes. 5:8-11, 14-15) . Eskatos bukan hanya perkara masa yang akan datang, melainkan juga sudah dimulai di masa kini. Kerajaan Allah sudah dan sedang hadir (kendati baru sempurna di masa depan), sehingga etika Kristen sebagai pedoman perilaku mencerminkan juga kekinian Kerajaan Allah, sampai akhir zaman tiba (bdk. 2Ptr. 3:11).
4. Selain itu, etika Kristen juga berhubungan erat dengan peranan/pekerjaan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membuat manusia lahir baru, Dia juga yang terus-menerus membarui hi-dup orang yang beriman kepada Kristus, yang terbukti melalui perilaku yang baru. Roh Ku-dus bekerja melalui suara hati (hati nurani, taroktok). Karena itu orang Kristen diingatkan untuk menjaga hati nuraninya agar tetap sehat dan kuat (bdk. Kis. 23:1; 1Yoh. 3:19-20), tidak berubah menjadi lemah atau hangus (1Kor. 8:7-12; Ef. 4:18-19; Tit. 1:15; Ibr. 9:14)17, setia mendengar suara Tuhan melalui Roh-Nya, dan menghasilkan buah (Gal. 5:22-26.
5. Etika Kristen (Etika PB) mencakup dua aspek: etika pribadi (apa yang mesti dilakukan oleh orang Kristen secara individual) dan etika sosial (yang dilakukan orang Kristen sebagai komunitas). Etika sosial ini berkembang menjadi etika politik (a.l. memperjuang-kan penegakan keadilan dan perdamaian), etika kebudayaan (a.l. menghargai dan memba-rui budaya), etika lingkungan (a.l. memelihara dan melestarikan lingkungan hidup), dst. Bahkan etika ekonomi/bisnis juga bukan sekadar urusan individual-personal; orang Kris-ten secara komunal didorong agar bekerja/berbisnis dengan sehat, cerdas, dan jujur.

6. Khusus mengenai etika kerja, mulai dari PL (a.l. Kej. 2:15) hingga PB (a.l. Yoh. 5:17) orang Kristen didorong untuk rajin bekerja, tekun, keras, cerdas, dan jujur. Orang yang tidak bekerja, padahal mampu, janganlah ia makan (2Tes. 3:10). Tetapi [Be]kerja bukan sekadar untuk mencari makan/nafkah, melainkan juga untuk memenuhi penugasan dan panggilan Tuhan (bdk. Luther dan Calvin: bekerja adalah Beruf, panggilan). Bekerja juga bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, melainkan untuk dibagikan kepada orang lain. Dengan demikian bekerja merupakan bagian dari upaya mengatasi kemiskinan.18
7. Etika Kristen selalu berhubungan dengan masalah kebaikan/kebenaran dan kejahatan/ kesalahan. Apa ukuran untuk menentukan suatu perbuatan (oleh individu ataupun komu-nitas) baik/benar, atau jahat/salah? Banyak tindakan atau kasus yang pelakunya tidak dapat secara mekanistis dan otomatis dinyatakan benar atau salah. Karena itulah, sejak masa PL hingga PB terdapat lembaga peradilan. Bahkan Tuhan juga dinyatakan sebagai Hakim, dan Tuhan Yesus akan menghakimi umat manusia ketika Ia datang kembali. Raja-raja juga sering bertugas (dipercaya Tuhan) sebagai hakim untuk menegakkan keadilan. Orang Kristen juga diizinkan untuk menjadi penegak hukum dan keadilan (polisi, hakim, jaksa, pengacara, dsb.). Tetapi mereka juga diingatkan agar bertindak jujur dan adil.
Khusus untuk menyelesaikan masalah serta mencari dan menegakkan keadilan dan kebenaran di lingkungan persekutuan/jemaat Kristen, Tuhan melalui rasul Paulus meng-ingatkan agar mereka tidak buru-buru membawa perkara ke peradilan duniawi, yang ha-kimnya bukan/belum tentu orang Kristen/yang beriman kepada Kristus (1Kor. 6:1-11). Umat Kristen di satu sisi didorong untuk terus memperjuangkan keadilan dan kebenaran, namun di sisi lain juga menyadari bahwa itu tidak mudah, dan harus digumuli terus.
8. Salah satu masalah etis yang menimbulkan banyak persoalan di dalam kehidupan umat manusia, termasuk umat Kristen adalah perkawinan. Ada berbagai alas an dan tujuan perkawinan; tetapi dari perspektif krisiani – apa pun alas an dan tujuannya – perkawinan haruslah dilandasi kasih. Berdasarkan itulah Tuhan menetapkan bahwa perkawinan – yang dilandasi oleh kasih itu yang dari Tuhan itu – tidak boleh dirusak dan dibubarkan oleh perceraian (Mat. 19:1-12, terutama ay. 6). Karena itu, ketika terjadi perceraian, patut ditanyakan: apakah perkawinan itu sungguh-sungguh dilandasi kasih Tuhan? Apakah pa-sangan yang menikah itu sungguh-sungguh dipersatukan oleh Tuhan, atau oleh yang lain?
Perkawinan Kristen juga harus berwujud monogami (satu suami dan satu istri), karena demikianlah Tuhan menciptakan manusia (Kej. 1-2).
Dalam perkembangannya, termasuk di Indonesia, undang-undang membenarkan perce-raian, a.l. kalau terjadi Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Gereja Kristen tidak bisa secara kaku melarang perceraian. Untuk mencegah perceraian, sejak sebelum maupun setelah menikah, Gereja melaksanakan penggembalaan terhadap pasangan itu.
PENUTUP
Selain karya Donald Guthrie dan Thomas R. Schreiner, banyak buku tentang Teologi PB, a.l.:
- Bruce, F.F. The Message of the New Testament (1973). Di sini dikemukakan 10 tema pokok: Yesus Kristus adalah Anak Allah; Allahlah yang membenarkan; Maksud kekal Allah; Dasar kokoh yang didirikan Allah; Iman bagi dunia, Yesus Kristus Sang Guru; Gereja di dunia; dst.
- Hakh, Samuel B. Perjanjian Baru – Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya (2010). Di sini a.l. dikemukakan sejumlah latar belakang dan konteks PB dan proses kanonisasi PB.
- Hunter, A.M. Memperkenalkan Teologi Perjanjian Baru (terj.) (102002). Di sini a.l. disajikan kajian tentang Kerajaan Allah dan pelayanan Yesus, Injil Kerajaan Allah, dan Kebangkitan.
- Morris, Leon. Teologi Perjanjian Baru (terj.) (Gandum Mas ). Menurut Morris penulis kitab-kitab Perjanjian Baru tidak menyajikan pengajaran-pengajaran teologis yang sudah dipikirkan lebih dahulu secara sistematis.

Leave A Comment

hubungi kami